Obrolan di Tengah Sawah: Apa yang Dibahas Babinsa Sertu Sukron dengan Warga Desa Pengauban?
Jurnaltni.com – Suasana di Blok Tengah, Desa Pengauban, tampak lebih hidup dari biasanya pagi itu. Bukan karena acara besar atau kunjungan pejabat, melainkan kehadiran sosok yang akrab di kalangan warga—Sertu Sukron, Babinsa dari Koramil 1612/Lelea. Dengan pendekatan khasnya yang ramah namun tegas, ia melaksanakan kegiatan Komunikasi Sosial (Komsos) bersama sejumlah tokoh masyarakat desa, termasuk Bapak Tholib, Bapak Kasno, Bapak Karyana, dan Ibu Tinah.
Bertempat di teras rumah sederhana yang menghadap hamparan sawah, perbincangan hangat mengalir di antara mereka. Tapi bukan sekadar berbincang santai, ada sejumlah pesan penting yang disampaikan oleh Babinsa Sertu Sukron yang membuat warga sejenak terdiam dan merenung. Apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan penuh makna ini?
Topik pertama yang diangkat Sertu Sukron adalah tentang pemanfaatan lahan pasca panen. Ia mengajak warga untuk tidak membiarkan sawah menganggur terlalu lama. “Lahan tidur bisa jadi peluang emas kalau kita kelola dengan baik. Tanam palawija, sayur, atau bahkan tanaman produktif lain. Jangan sampai tanah kita kalah produktif dari lahan di kota,” ujarnya, disambut anggukan setuju dari para petani yang hadir.
Selain pertanian, isu keamanan lingkungan juga menjadi sorotan. Sertu Sukron mengingatkan pentingnya menjaga kondusifitas wilayah, apalagi belakangan marak berita tentang aksi kriminalitas di beberapa daerah tetangga. Ia mendorong warga untuk kembali mengaktifkan poskamling serta menerapkan sistem tamu wajib lapor 1x24 jam. “Ini bukan zaman dulu, ini zaman sekarang yang justru lebih rawan kalau kita lengah,” ucapnya serius.
Bapak Kasno menimpali, mengatakan bahwa poskamling di Blok Tengah sebenarnya sempat berjalan aktif, namun belakangan mulai sepi. “Mungkin karena merasa aman-aman saja, padahal kita nggak pernah tahu kalau ada orang luar yang masuk tanpa laporan,” katanya. Seruan ini kemudian disambut oleh warga lain dengan semangat untuk menghidupkan kembali sistem keamanan berbasis warga itu.
Tak kalah penting, Sertu Sukron juga menyentuh isu yang kerap kali menjadi kekhawatiran orang tua: kenakalan remaja. Ia secara terbuka menghimbau agar masyarakat lebih aktif mengawasi anak-anak mereka, baik di rumah maupun di luar. “Sekarang ini banyak anak terjerumus ke hal-hal negatif, mulai dari nongkrong tak jelas, balap liar, hingga ikut geng motor. Jangan sampai itu terjadi di Pengauban,” tegasnya.
Ibu Tinah yang hadir dalam pertemuan itu mengaku khawatir melihat anak-anak muda yang semakin sering nongkrong hingga larut malam. “Kita sebagai orang tua harus lebih peka. Kadang karena kita sibuk, mereka malah cari perhatian di luar dengan cara yang salah,” ujarnya. Ia berharap imbauan Babinsa bisa jadi pengingat bersama.
Kegiatan Komsos ini berlangsung sederhana namun penuh keakraban. Meski hanya digelar secara informal, diskusi berlangsung serius dan menggugah kesadaran bersama. Sertu Sukron pun mengingatkan bahwa keamanan, kesejahteraan, dan masa depan desa bukan hanya tanggung jawab aparat, melainkan seluruh elemen masyarakat.
Di akhir pertemuan, warga berkomitmen untuk membentuk kembali jadwal ronda malam, memantau aktivitas remaja secara bergilir, serta mulai menyusun rencana pengolahan lahan pasca panen. Sebuah langkah kecil, namun menjadi awal perubahan besar jika dilakukan bersama-sama.
Apakah semangat warga Desa Pengauban akan bertahan atau kembali redup seperti poskamling yang dulu? Waktu akan menjawab. Tapi satu hal pasti—dengan komunikasi yang kuat antara Babinsa dan rakyat, perubahan bukan sekadar wacana.